Friday, November 23, 2007

Urbana-Champaign, Catatan Perjalanan (2)

New York, 5 Mei 2004

Ba’da salat subuh yang diimami sahibul bayit, ngopi-ngopi sembari melanjutkan obrolan yang terputus tadi malam. Topik obrolan di seputar sikap paranoid dan kebencian sebagian orang Amerika terhadap Islam hingga ketertarikan orang per orang akan Islam, mungkin sebuah blessing in disguised. Syamsi cerita juga tentang pengembangan Islamic Center yang dikelolanya. Dai kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan itu cukup puas dengan aktivitas yang digelutinya.

Pagi yang gerimis di luar tak menghalangi rencana kunjungan ke beberapa tempat. Menggunakan sub-way dan ditemani Syamsi, kami ke Manhattan. Ketika saya menyusuri jalan yang terkenal itu, terbetik dalam hati, “Nanti malam mungkin saya bisa lihat 1000 kunang-kunangnya Umar Kayam” Kami ke kantor PBB, sekedar ingin tahu seperti apa sih organisasi dunia itu. Ground Zero, lokasi gedung kembar World Trade Center (WTC) yang runtuh pada 11 September 2001 karena ditabrak pesawat. Sebuah papan besar bertuliskan nama-nama korban tragedi itu. Saya ingin mampir di Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Liberty Building, namun karena bertepatan dengan Hari Peringatan Maulid, kantor tutup. Obyek kunjungan yang juga ingin saya datangi adalah New York Stock Exchange (NYSE) di Wall Street, bursa terbesar di dunia, tempat para praktisi dan jagoan permainan saham.

Patung Liberty yang kesohor itu tentu tak boleh terlewatkan. Patung yang tingginya 151 kaki dan penyanggah 305 kaki itu terletak di sebuah pulau di luar Pelabuhan New York, hasil karya Frederic Auguste Bartholdi, dipersembahkan oleh rakyat Prancis pada tahun 1886 sebagai lambang persahabatan rakyat Prancis dan rakyat Amerika.

Ketika senja yang basah membalut New York kami kembali ke rumah Syamsi Ali. Malam harinya ia mengajak kami ke Islamic Center. Bagian utama yang merupakan mesjid dapat menampung sekitar 400 orang. Syamsi menuturkan bahwa hampir setiap minggu ada orang Amerika yang tertarik masuk Islam datang ke pusat Islam di kota New York itu.

Boston, Massachusetts, 6 Mei 2004

Pagi itu kami meninggalkan rumah Syamsi Ali. Perjalanan dilanjutkan dengan tujuan Boston, Massachusetts. Jeep Cherokee yang kami gunakan memasuki kota Boston pada pukul 9.35 a.m.

Di Boston ini ada dua pergururan tinggi yang sangat prestisius yakni Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT). Berputar sejenak melihat-lihat kota itu seolah berada di London karena kemiripan gedung-gedungnya. Lalu kami menuju ke Harvard University. MIT, yang berdampingan dengan Harvard adalah tempat kedua kami kunjungi.

Sore hari kami tinggalkan Boston dengan tujuan Niagara Falls. Perjalanan menempuh jarak yang jauh antara Massachusetts – Niagara di malam hari, karena lelah dan kantuk, memaksa kami berhenti beristirahat, tidur di sebuah hotel bernama Amsterdam Hotel.

Syracuse, Newark, Buffalo, Niagara, 7 Mei 2004

Perjalanan diteruskan pagi itu. Setelah menempuh beberapa puluh mil, kota yang dilewati adalah Syracuse, Newark, dan Buffalo. Hari sudah siang ketika Cherokee kami memasuki Niagara. Niagara Falls yang membatasi wilayah Amerika Serikat dan Kanada yang menyajikan panorama yang indah membuat kami betah menghabiskan waktu hingga sore.

Niaga – Illinois, 8 Mei 2004

Sepanjang malam itu kami tempuh jarak Niagara-Illinois. Masih pagi ketika memasuki kawasan negara-bagian ini. Karenanya Aco memutuskan tidak langsung pulang ke Champaign melainkan mampir dulu ke sebuah desa yang didiami etnis Amish. Komunitas ini kalau diamsalkan dengan negeri kita, sama dengan orang Kajang di Sulawesi Selatan atau orang Badui di Jawa Barat. Mereka menolak modernisasi. Pria Amish memelihara jenggot tanpa kumis. Perempuan Amish berbusana konservatif, busana wanita Eropa zaman dulu, rok panjang, baju berlengan panjang dalam satu warna biru tua dan selalu mengenakan topi (pengganti kerudung kalau di negeri-negeri muslim) Kalau ungkapan pelecehan di Indonesia: “Udik lu!” atau “Pakampong!”, di Amerika, ungkapan itu adalah: “Amish you are!” Alat transportasi yang digunakan adalah delman yang ditarik kuda. Mobil mereka haramkan. Karena mereka tidak menggunakan mesin cuci, maka di pekarangan rumah mereka terlihat jemuran pakaian. Agak unik memang. Ada sekelompok orang “kajang/badui” di negeri ultra modern itu.

Urbana-Champaign 9 – 14 Mei 2004

Seminggu lagi, rangkaian acara wisuda diadakan. Agenda kegiatan Aco demikian padat. Kertas-kertas kerja dan tulisan-tulisan untuk jurnal yang belum rampung hingga penjilidan disertasinya harus ia kebut.

Hari-hari sibuk itu, terkadang saya ikut menemaninya ke berbagai tempat tapi lebih banyak di apartemen atau jalan sendiri menyusuri kota kecil itu.

U of I, 15 – 16 Mei 2004

Sabtu sore 15 Mei 2004 saya dan Aco menghadiri Departmental Celebration di Colonial Room, Illini Union. Pidato sambutan Earl Swanson, Professor Emeritus of Agricultural Economics bertemakan Keep in Touch! Ia berharap kepada semua wisudawan bahwa jangan pernah terputus hubungan dengan almamater. Aco dalam pidatonya mengungkapkan bahwa menuntut ilmu adalah sesuatu yang sangat penting di keluarganya. Selepas SMA di kota kelahirannya, ia naik kapal laut ke Jakarta mengikuti kuliah di “U of I” Jakarta (UI diplesetkan seolah afiliasi University of Illinois). “Ayah saya yang juga hadir dalam acara ini, menempuh penerbangan selama 23 jam dari Indonesia”, hadirin berdecak.

Minggu pagi 16 Mei 2004, kami menghadiri undangan President University of Illinois James J Stukel dan Chancellor Nancy Cantor. Acara di halaman belakang rumah kediaman rektor itu tak ada pidato-pidatoan, hanya minum dan mencicipi snack.

Pukul 10 a.m. kami mengikuti Graduate Programs Convocation Ceremony di Smith Memorial Hall. Para wisdudawan dari berbagai jurusan, satu persatu di-hood (dikalungi kain di punggung yang menjuntai ke bawah, mirip Robin Hood). Pukul 10.30 a.m., commencement procession se U of I diadakan di Assembly Hall. Prosesi gabungan seluruh college dipimpin Nancy Cantor. Menyanyikan lagu kebangsaan, “The Star-Spangled Banner” oleh seluruh hadirin, berikut acara lainnya hingga sore.

Hari-hari menjelang pulang, 17 - 27 Mei 2004

Masih tersisa 10 hari lagi setelah acara wisuda itu. Sementara Aco masih sibuk dengan berbagai urusan sekolah, saya membantu mengepak barang. Buku-buku Aco yang begitu banyak memerlukan keterampilan mengepaknya dalam koper. Saya khawatir akan terjadi over weight saat keberangkatan di airport nanti.

20 Mei 2004 Aco mengajak saya ke Purdue University di Indiana. Di sana ada beberapa mahasiswa Indonesia, teman Aco. Widodo, isteri dan dua anaknya datang juga dari DC.

24 Mei 2004, kami ke Chicago. Tempo hari ketika baru sampai, setelah keluar dari O’Hare Airport, hanya sebagian kota Chicago saya lihat dari jendela mobil. Kali ini saya datangi lagi kota ini untuk melihat lebih dekat bagian-bagian yang menarik seperti Navy Pear, Chicago Tribune, ruang pamer Apple dengan produk-produk barunya yang sangat futuristik. Sore balik ke Champaign.

Waktu untuk membereskan barang yang akan dibawa pulang ke Jakarta sisa 2 hari. Selesai salat subuh Kamis 27 Mei 2004, barang pecah belah dan alat-alat dapur kami bawa turun ke tempat sampah. “Sebentar juga datang pemulung mengambil ini Pak” kata Aco. Dan, memang benar, selang kira-kira sejam kemudian, ada mobil berhenti dekat tempat sampah itu, seorang bertampang Amerika Latin menaikkan barang-barang yang dibuang tadi.

Pagi itu dengan diantar Aria, sahabat karib Aco, kami meninggalkan Urbana-Champaign menuju O’Hare Airport di Chicago untuk seterusnya pulang ke Jakarta…

2 comments:

Unknown said...

Bolehlah catatan harian-ta,
Nia inja-ka. Tenapa kobassoro, eroka anombong.

Kalau ada yang baru bilang bilang-bilang yah Pak.

dari saya
Solma

catatan-patunru said...

Sitojenna nia' inja, mingka tenapa kuassengi apdeting. appilajara inja kododng.